MAKALAH
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
Mengenai komunitas RT 04, RW O4 Ds. Mekarsari, Rangkasbitung, Banten
OLEH :
NAMA : DEDE SUPANDI
PRODI : ILMU KOMUNIKASI
NIM : 12120013
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU PILITIK WIDURI (STISIP)
JAKARTA
BAB I
PEMBAHASAN
Latar belakang desa mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda satu
sama lain, tergantung pada konteks ekologinya. Pengkajian masyarakat
pedesaan memberikan ciri atau karakteristik yang cenderung sama tentang
desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung berorientasi “ketokohan”,
artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan atau
dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat.
Secara ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa berorientasi pada
pertanian artinya sebagian besar masyarakat desa adalah petani. Sedangkan
dalam konteks religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai komunal yang
masih kuat dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau
religi yang masih kuat dengan adanya ajengan atau Kyai sebagai pemuka
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan kegiatan demi
kegiatan yang ada di kampung papanggo RT04/04 rangkasbitung, Banten.
Sekaligus untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) mata
kuliah SOSIAL BUDAYA INDONESIA (SBI)
h) Demografi dan stratifikasi sosial
n) Kegiatan rekreasi dan olahraga
p) Nilai norma dan kebiasaan
r) Fasilitas dan organisasi kamtib
s) Masalah yang sering menonjol
t) Analisis dan penelitian masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah komunitas dalam bahasa Inggris adalah community, yang berarti
masyarakat setempat. Menurut Koentjaraningrat, komunitas adalah suatu kesatuan
hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi secara
berkesinambungan sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu
rasa identitas komunitas (community sentiment).
Komunitas adalah kelompok sosial yang bertempat tinggal di lokasi tertentu,
memiliki kebudayaan dan sejarah yang sama, sehingga komunitas berarti juga
satuan pemikiran yang terkecil. Komunitas adalah istilah untuk menunjuk pada
warga sebuah desa, sekolah, RT, RW, kota dan suku atau bangsa.
Dalam suatu komunitas, anggota-anggota komunitas baik itu besar
maupun yang kecil hidup bersama dan akan merasakan bahwa komunitasnya
dapat memenuhi kebutuhan/kepentingan hidup yang utama, karena kebutuhan
seseorang tidak akan dapat terpenuhi jika ia hidup sendiri maka diperlukan adanya
hubungan sosial antar anggota komunitas, disamping itu dalam suatu komunitas
harus terdapat perasaan diantara anggotanya bahwa mereka saling memerlukan,
saling tergantung dengan tujuan, kepentingan dan kebutuhan bersama.
Dalam pebahasan disini saya akan membahas tentang komunitas RT 1 dan 2
kp.papanggo, kec,rangkasbitung, Banten. Yang dimana kampung saya sendiri.
Kampung papanggo RT 04/04 merupakan bagian dari desa mekarsari
kecamatan Rangkasbitung, Lebak, Banten. Dan memiliki tetangga
Barat : kp.sena, kp. babakan saputera
Selatan : kp. pasir limus, kp. Banjarsari
Timur : kp. Kadungampar dan kp.kedaung
Utara : kp. Binaya dan kp.citeras
Kampung papanggo terdiri dari 2 RT, RT 1 berpenduduk lebih banyak dari
RT2 sekitar 55KK ±112 jiwa sedangkan RT 2 berpenduduk 33KK, ± 74
Nama kampung papanggo menurut mitos masyarakat setempat
di ambil dari nama seorang petani yang mati di atas papan selokan.
masyarakat setempat sering menyebut cukang atau jembatan kecil.
Sampai saat ini masyarakat memakai nama itu untuk kampung ini .
Di daerah pedesaan di wilayah ini terdapat pengurus
desa yang dikepalai oleh seorang kepala desa yang sering
disebut jaro. Seorang jaro memimpin sebuah kejaroan (kelurahan).
seorang jaro dibantu oleh pejabat-pejabat, yakni: carik (sekretaris jaro),
jagakersa (bagian keamanan), pancalang (pengantar surat), amil
(pemungut zakat dan pajak), merbot atau modin (pengurus masalah
keagamaan dan mesjid). Mengenai kepemimpinan di daerah ini bisa
di bilang masih primitif artinya siapa yang kuat dialah yang memimpin.
Contoh dalam pemilihan kepala desa pendidikan hanyalah sebatas
formalitas belaka. Memang pada dasarnya pendidikan wajib untuk
memenuhi syarat menjadi pemimpin daerah. Tapi nyatanya banyak yang
menjadi kepala desa yang latar belakangnya tidak bersekolah tetapi
bisa menjadi pemimpin desa. Karena pemimpin desa di sini mempunyai
relasi dan hubungan yang erat antar tokoh masyarakat yang berpengaruh
contohnya jawara (jagoan kampung), para ulama, kiyai, santri, dan aparat
d. Demografi dan stratifikasi sosial
Seorang Kyai dan jawara sangat di segani di banding seorang sarjana
di daerah ini. Orang yang menyandang gelar kiyai ataupun jawara lebih
di segani atau lebih di hormati. Kiyai dan jawara merupakan sumber
kepemimpinan tradisional informal, terutama masyarakat pedesaan.
Dalam masyarakat yang masih tradisional, sumber-sumber kewibawaan
pemimpin terletak pada: (1) pengetahuan (baik tentang agama dan
masalah keduniawian (2), kesaktian, (3), keturunan dan (4) sifat-sifat
Kyai mewakili kepemimpinan dalam bidang pengetahuan, khususnya
keagamaan. Sedangkan, jawara mewakili kepemimpinan berdasarkan
kriteria keberanian dan kekuatan fisik (kesaktian).
Kiyai dalam masyarakat di sini adalah sebuah gelar tradisional yang di
berikan keorang terpelajar muslim yang telah membaktikan hidupnya
demi mencari ridha allah. Gelar kiyai dalam masyrakat ini yang terhomat
dalam arti lebih tinggi satu kelas di banding orang yang menyandang gelar
Kegiatan sosial biasa di lakukan atas kesadaran masyarakat salah
satunya membantu tetangga kampung yang sedang membangun mushola
atau mesjid. Dengan bergotong-royong meminta sumbangan ketiap rumah
dan dikumpulkan untuk di sumbangkan
Perekonomian masyarakat di daerah ini sebagian besar bertani. Mulai
dari menanam padi, cengkeh, lengkoas, sayuran, dan masih banyak lagi
Tetapi berbeda dengan kalangan elit seperti jawara, jaro (lurah), dan carik.
Selain mengandalkan gaji pokok utama yang diterapkan oleh pemerintah
sebagian dari mereka menguasi sebagian lahan seperti pabrik-pabrik,
perkebunan, tambang dan tempat wisata. Bagi mereka lahan-lahan seperti
itulah tambang perekonomiannya.
Dalam proses perpolitikan di desa ini pengaruh jawara sangat besar
mengapa demikian karena kalangan jawara terbilang kalangan elit dan
orang yang berpengaruh di lingkungan. Biasanya ketika ada pemilihan
komunitas jawara lebih aktif dalam dalam berkampanye dalam masyarakat
di banding dengan calonnya sendiri. Calon hanya menyuruh tangan
kanannya mendatangi masyarakat desa. Untuk memastikan siapakah
yang layak untuk di pilih. Dan hasilnya akan di laporkan kepada calon
Kegiatan seni budaya di daerah ini cukup dikenal khususnya di daerah
ini yaitu permainan debus. Permainan debus ini banyak dilakukan oleh
masyarakat setempat dari kalangan muda hingga kalangan tua banyak
yang meminati permainan ini
Di sini ada beberapa macam permainan debus, yakni debus almadad, surosowan dan langitan. Dinamakan debus al-madad (artinya
meminta bantuan atau pertolongan) karena para pemainnya setiap
kali melakukan aksinya selalu mengucapkan kata-kata al-madad, yang
seolah menggambarkan bahwa tindakan ini didasarkan atas pertolongan
dari Allah SWT. Debusal-madad merupakan debus yang paling berat
karena untuk melakukan permainan ini khalifahnya (pemimpin group)
harus melakukan amalan yang sangat panjang dan berat. Amalanamalan khalifah debus ini diambil dari tarekat Rifa’iyah atau Qodariyah.
Sehingga seseorang yang mendapat ijazah untuk menjadi khalifah dari
permainan debus ini adalah mereka yang telah dianggap mampu atau
lulus menempuh suatu perjalanan panjang dalam mengamalkan suatu
do’a-do’a tertentu, melaksanakan puasa dan meditasi lama.
Sedangkan, debus surosowan adalah permainan debus yang tidak
memerlukan kemampuan yang tinggi. Karena itu, permainan debus ini
bisa dilakukan oleh para remaja. Nama “surosowan” berkaitan dengan
nama istana Kesultanan Banten. Nampaknya semenjak awal debus ini
memang ditujukan untuk pertunjukan di Istana Surosowan pada masa
Kesultanan Banten bukan untuk mendapatkan kesaktian. Hal ini berbeda
dengan debus al-madad yang selain dipergunakan untuk pertunjukan juga
dipergunakan untuk kesaktian atau pengobatan. Adapun, debus langitan
adalah pertunjukan debus yang mempergunakan anak-anak remaja yang
dijadikan obyek sasaran benda-benda tajam tanpa yang bersangkutan
merasa sakit atau menderita luka-luka. Permainan debus langitan ini
pun nampaknya ditujukan hanya untuk permainan belaka, bukan untuk
mendapatkan kekebalan tubuh atau kesaktian.
Kegiatan keagamaan sering di lakukan mulai dari acara pengajian
harian , mingguan bahkan tahunan. Pengajian mingguan biasa setiap
malam jumat dan malam selasa (yasinan), kegiatan itu sebagai rutinitas
masyarakat kampung papanggo yang di laksanakan di madrasah (bale).
j. Kegiatan rekreasi dan olahraga
Kegiatan olahraga di adakan setiap setahun sekali. Masyarakat sekitar
sering menyebut lomba agustusan. Dari mulai pertandingan sepak bola
antar RT, catur, volly, kegiatan ini biasa di panitiai dan di danai oleh orangorang desa (kelurahan).
Paguyuban di kampung ini bukanlah seperti paguyuban-paguyuban di
daerah lain perkumpulannya orang-orang yang berbeda etnik. paguyuban
disini justru lebih ke sosial keagamaan dan lebih banyak di pergunakan
oleh kalangan ulama santri dan kiyai. seperti paguyuban Nahdlatul ulama
(NU), al-khaeriyah, mathla’ul anwar, dan masyarikul Anwar.
masyarakat kampung papanggo merupakan mayoritas penduduk asli
(pribumi) bukan rantauan. Sekalipun ada mereka di anggap bukanlah
siapa-siapa melainkan saudara. Kampung ini membuka pintu lebar-lebar
untuk orang yang non papanggo yang menetap di sini.
Di daerah ini masyarakat mempunyai kebiasaan yang mempunyai
nilai tersendiri contohnya jika ada orang yang melahirkan biasanya si bayi
tidak di perbolehkan dibawa keluar rumah selama 14 hari atau 2 minggu.
Tidak tahu kenpa sampai saat ini kebisaan itu masih kerap dilakukan oleh
Tingkat kriminal sering menjadi topik hangat di daerah ini mengapa
demikian karena kebanyakan di daerah ini tingkat kriminal lebih banyak di
alam oleh kalangan pelajar di banding kalangan orang-orang dewasa.
Mengenai fasilitas lingkungan masyarakat sekitar berinisiatif sendiri
entah itu dari pengamanan seperti membuat pos kampling dan membuat
jadwal ronda yang di ketuai oleh ketua RT
o. Analisis dan pembahasan masalah yang menonjol
Dalam pembahasan di atas permasalahan-permaslahan itu lebih condong
kepada orang-orang yang berpengaruh seperti jaro (kades) carik(wakil
Adapun hal yang lainnya mengenai permasalahan di kampung ini adalah
tingginya angka pengangguran dikarenakan terbatasnya pendidikan
mayoritas masyarakat disini hanya menyandang pendidikan SMP bahkan
masih banyak pula yang tidak bersekolah.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan, bahwa adanya
kedudukan, peran dan jaringan tersendiri yang agak berbeda dengan
kultur dominan masyarakat, sehingga perbedaan kelas tidak hanya
menggambarkan suatu sosok tetapi juga telah menjadi kelompok yang
memiliki nilai, norma dan pandangan hidup yang khas.
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Karena terbatasnya pengetahuan dan kurangan dan rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah ini dikesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya
Sumber : http://www.ditpertais.net/istiqro/ist02-04b.asp
: Ketua RT 04 ds. Mekarsari, Rangkasbitung, Lebak, Banten.
: warga sekitar perkampungan dan tetangga rumah
Ambary, Hasan Ambary dan Halwany Michrob, “Bandar Banten, Penduduk
dan Golongan Masyarakatnya: Kajian Historis dan Arkeologis serta Prospek
Masyarakat Banten ke Masa Depan,” dalam Makalah pada Simposium
Internasional Kedudukan dan Peranan Bandar Banten dalam Perdagangan
Internasional, Gedung DPRD Serang, 9 Oktober 1995.